Halalkan Atau Tinggalkan

Di sebuah ruangan ber-AC nampak seorang perempuan sedang sibuk dengan komputernya, berulang kali dia menggerakkan lehernya ke kanan dan ke kiri, menggerakkan jari-jarinya sehingga menimbulkan bunyi. Badannya terasa kaku dan kepalanya terus berdenyut membuatnya semakin pusing  memikirkan tugas-tugasnya yang tak kunjung selesai. Matanya terasa perih sebagai tanda membutuhkan istirahat.  Wanita yang bernama Ambar tersebut nampak jelas semakin  bosan dengan  rutinitas yang ia jalani. Pekerjaannya sebagai staf tata usaha di sebuah SMA  swasta di kota B membuatnya harus sering terkena sinar biru pada komputer, hal itu membuat kulitnya menjadi kusam dan terlihat lebih tua dari usianya. Ditambah jam kerja dari pagi sampai sore membuatnya semakin tertekan mengingat teman seusianya sudah  banyak yang menikah dan punya anak.


Ambar masih belum menikah bukan karena belum mempunyai calon, tetapi karena calonnya belum juga kunjung menunjukkan keseriusannya. Diusianya yang sudah menginjak dua puluh lima tahun membuatnya sering menjadi ejekan sebagai  prawan tua oleh tetangga.


Jam sudah menunjukkan pukul lima belas lebih sepuluh sore. Sudah saatnya  Ambar untuk pulang ke rumahnya. Ia segera mengemasi barang bawaannya ke dalam tas hitam yang ia bawa. 


"Eh Ambar, sudah mau pulang?" tanya Bu Listiani selaku pemilik yayasan di sekolah tersebut. 


Bu Listiani adalah pemimpin yang ramah dan baik hati, beliau tak segan-segan memberi beasiswa bagi anak yatim atau kurang mampu untuk bersekolah secara gratis. Dibarengi dengan keilmuan agama yang mumpuni membuat Bu Listiani tak jarang menjadi tempat curhat dan meminta saran orang-orang di sekitarnya. Termasuk Ambar, ia sudah menganggap Bu Listiani seperti Ibunya sendiri.


"Iya Bu, ini pekerjaan saya juga sudah selesai," jawab Ambar sambil tersenyum.


"Mbar! Kamu tidak dijemput Arkan?" tanya Bu Listiani mencoba pelan-pelan mengutarakan hal yang mengganjal di benaknya.


Bisanya Ambar selalu dijemput oleh kekasihnya  yang bernama Arkan. Kebetulan Arkan adalah  salah satu karyawan di toko suaminya.


"Eh, kenapa Bu?" tanya Ambar kembali  mencoba menutupi masalahnya.


"Begini loh Mbar, kalau kamu ada masalah cerita saja sama Ibu. Bukannya Ibu mau ikut campur, tapi kalian berdua itu bekerja di tempat Ibu dan Bapak. Jadi kita sudah menganggap kalian seperti anak sendiri, nanti kalau ada apa-apa juga sedikit banyak  akan mempengaruhi kualitas kerja kalian." jelas Bu Listiani sambil menepuk pundak Ambar.


"Tidak apa-apa Bu, mungkin Mas Arkan sedang sibuk saja."


"Yasudah kamu kalau ada masalah cerita saja sama Ibu. Ibu dan Bapak kalau akan berusaha  membantu sebaik mungkin." 


"Iya Bu terima kasih," jawab Ambar sambil tersenyum, tak menyangka jika pemilik yayasan tempatnya berkerja begitu peduli akan dirinya dan kekasihnya.


"Kalau begitu Ibu pulang dulu," pamit Bu Listiani yang  dibalas anggukan oleh Ambar.


Setelah kepergian Bu Listiani membuat pikiran Ambar  berkecamuk, dia memikirkan tentang kekasihnya yang bernama Arkan tersebut. Sudah dua hari mereka tak saling berkomunikasi dan menjaga jarak. Semua ini bermula karena dua bulan lagi dirinya akan mencapai usia dua puluh lima tahun. Banyak pria yang datang melamarnya tetapi cintanya hanya untuk Arkan seorang. Ambar dan Arkan sudah menjalin cinta selama sembilan tahun lamanya. Mereka adalah kakak dan adik kelas semasa SMA. Hingga kini hubungan mereka langgeng meskipun tanpa kejelasan akan dibawa ke arah mana. 


Ambar berjalan menuju parkiran sekolah dengan pikiran kosong dan kurang fokus sehingga membuatnya akan tertabrak motor. Tiba-tiba ada tangan kekar yang menarik tubuhnya ke tepi, sehingga membuatnya tidak jadi tertabrak.



"Arkan?" batin Ambar bertanya-tanya menatap ternyata pria yang menolongnya adalah kekasihnya sendiri.


"Kamu kenapa gak balas WA aku?" tanya Arkan penuh penekanan.


"Gak papa," jawab Ambar tak acuh.


"Mbar! kita ini sudah menjalin cinta selama bertahun-tahun, kamu jangan kayak anak kecil begini dong!"


"Anak kecil?! anak kecil kamu bilang?! siapa yang anak kecil di sini? kalau kamu bukan anak kecil harusnya kamu sudah melamar dan menikahiku. Kamu itu  sebenarnya cinta enggak  sih sama aku?!" bentak Ambar mengeluarkan segala unek-uneknya.


Dikarenakan Ibunya sudah menua dan sedang sakit-sakitan membuat Ambar dituntut untuk segera menikah. Terlebih lagi Ibu Ambar ingin segera menimang cucu untuk menemani hari-harinya. Ibu Ambar adalah seorang janda yang hanya memiliki Ambar sebagai putri satu-satunya.


"Kamu kan tahu aku masih punya adik yang masih sekolah, aku masih punya banyak tanggungan. Tabunganku belum cukup buat nikahin kamu," jelas Arkan yang mulai lelah dengan sifat keras kepala Ambar.


"Oke! kalau kamu gak mau nikahin aku, biar aku nikah sama orang lain. Aku menolak banyak pria demi kamu Arkan, tapi kamu sendiri gak sadar atas pengorbananku. Kalau begitu mulai sekarang kita putus!!!" teriak Ambar yang mulai muak dengan perdebatan ini.


Ambar melajukan motornya sambil menangis meninggalkan Arkan yang sedang frustrasi memikirkan perkataannya. Kenapa sang kekasih tidak bisa memaklumi situasi yang dihadapinya. Dia mencintai Ambar tetapi dia juga  takut tidak dapat membahagiakannya dikarenakan hidupnya yang masih pas-pasan. Apakah dia harus merelakan Ambar untuk menikah dengan orang lain?


***


Beberapa hari kemudian  Ambar nampak sering jalan dengan Satrio, salah satu pria yang selalu mengejar-ngejar dirinya. Ambar tidak mencintai Satrio, tetapi tindakan ini ia lakukan sebagai pelampiasan atau pelarian karena kekesalannya terhadap Arkan. Mereka sengaja berbelanja  di toko tempat Arkan bekerja untuk menunjukkan kedekatan.


"Kamu boleh borong semuanya biar aku yang bayar," ucap Satrio penuh semangat.


Berulang kali Satrio mendekati Ambar tetapi selalu ditolak karena Arkan masih menjadi kekasihnya. Sekarang, saat mereka  sudah putus dia dengan leluasa dapat merebut hati Ambar untuk beralih mencintainya.


"Terima kasih sayang," jawab Ambar dengan suara dibuat lebih keras agar Arkan mendengarnya.


Arkan yang melihat kedekatan Ambar dan Satrio  bersikap tak acuh karena sudah mengetahui kebenarannya. Arkan tahu Ambar masih mencintainya dan kelakuannya hari ini hanya untuk membuatnya cemburu.


Setelah Ambar dan Satrio ke luar dari toko, Pak Hendra selaku pemilik toko dan suami dari Ibu Listiani menghampiri Arkan.


"Kan, kamu ada masalah dengan Ambar?" tanya Pak Hendra to the point'.


"Kami sudah putus Pak," lirih  Arkan jujur.


"Bukannya kalian saling mencintai dan sudah lama mengenal?" tanya Pak Hendra Heran.


"Ya karena itu Pak, kita sudah lama menjalin cinta tetapi saya belum kunjung melamarnya." 


"Kamu kenapa belum melamar Ambar? usia kalian  juga sudah pantas untuk menikah. Terlebih lagi Ambar seorang perempuan pasti banyak gunjingan baginya yang hidup di desa tetapi belum menikah diusianya sekarang. Memang menikah itu bukan untuk mengejar usia bukan untuk membungkam gunjingan orang lain, tetapi kalian menunggu apa lagi kalau tidak segera menikah."


"Bapak kan tahu sendiri, saya anak yatim piatu dan saya masih punya adik yang masih sekolah. Saya khawatir  kalau saya menikah nanti banyak kebutuhan dan tidak bisa membiayai sekolah adik saya."


Arkan mempunyai seorang adik perempuan  bernama Lisa yang sedang menempuh pendidikan di bangku kelas sebelas SMA. Sejak  orangtuanya meninggal karena kecelakaan, Arkan yang merawat dan membiayai pendidikan Lisa sampai sekarang.


"Arkan-Arkan, kamu itu loh masalah kecil terlalu dibesarkan. Adikmu itu  sekolah di yayasan milik kami. Nanti kalau kamu kesulitan akan biayanya tinggal bilang saja, kami akan memberikan keringanan dan soal rezeki itu sudah diatur kamu gak perlu khawatir bahkan dapat dikatakan menikah itu salah satu jalannya rezeki. Dulu Ibu dan Bapak saat menikah juga belum punya apa-apa, tinggal masih numpang di rumah orang tua. Tapi sekarang dengan berjalannya waktu,  diberikan kemudahan. Masalah itu terkadang tidak sebesar yang kita kira, hanya saja terlalu dibuat-buat dan dilebih-lebihkan. Besok kamu siap-siap dan kabari kerabat, satu minggu lagi  Bapak dan Ibu akan mengantar kamu untuk melamar Ambar. Nanti soal biaya pernikahan kamu bisa  pinjam dulu, boleh dicicil atau potong gaji untuk melunasinya. Tidak perlu dibawa beban yang penting lunas, kamu juga karyawan yang  rajin dan jujur. Nanti Bapak dan Ibu juga akan memberikan sedikit hadiah untuk kalian."


"Benar ini pak?" tanya Arkan memastikan.


"Iya, ini Bapak juga sudah meminta persetujuan Ibu tentang ini. Nanti kalau kamu butuh bantuan tentang dekor dan katering. kami punya banyak kenalan, kalian tinggal pilih  harga yang pas tetapi kualitas tidak pas-pasan. Kemarin Ibu sempat cerita soal Ambar yang terlihat banyak pikiran saat bekerja dan ini upaya kami untuk membatu kalian."


***

Akhirnya hari yang dinanti telah tiba, Arkan bersama adik dan kerabatnya berpenampilan rapi naik mobil Pak Hendra dan Bu Listiani menuju ke rumah Ambar untuk mengutarakan niat baiknya.


Tak disangka sesampainya di rumah Ambar, mereka disambut dengan kehadiran Satrio yang sedang duduk  di teras  rumah Ambar.


Ambar yang datang dari dalam rumah sambil membawa kopi untuk Satrio menjadi terkaget-kaget akan kehadiran Arkan beserta rombongannya.


"Ini semuanya ada apa ya?" tanya Ambar kikuk.


Pasalnya Arkan sama sekali tidak mengabari jika akan melamar Ambar, terlebih lagi setelah pertengkaran mereka diparkiran sekolah  yang berujung putus. Ia was-was jika Ambar tidak akan menerima lamarannya.


"Eh, Nduk kamu itu ada tamu kok gak disuruh masuk dulu malah berdiri kayak patung," ucap Ibu Ambar yang ke luar rumah karena mendengar keramaian di depan rumahnya.


"Eh iya, silahkan masuk semuanya," ucap Ambar mempersilakan rombongan Arkan untuk masuk dan segera ke dapur untuk membuatkan mereka semua minuman.


"Begini Bu, kedatangan kami semua untuk mengantarkan Nak Arkan untuk mengutarakan niat baiknya," ucap Pak Hendra mengawali pembicaraan.


"Niat baik apa ya?" tanya Satrio bingung.


Pasalnya Arkan dan Ambar telah putus  tetapi tiba-tiba Arkan membawa rombongan untuk datang ke rumah Ambar.


"Begini Bu, niat saya datang ke sini untuk melamar Ambar, menjadikannya bidadari dalam hidup saya. Di masa sesulit apapun saya akan selalu berusaha melindungi dan membahagiakan Ambar. Apakah Ibu mengizinkan saya untuk menjadi imam dan pendamping hidup untuk putri Ibu satu-satunya?" tanya Arkan gemetar.


Nampak jelas di wajahnya bahwa dia sangat gugup untuk mengatakan hal itu. Walaupun dirinya sudah lama mengenal keluarga Ambar, tapi ini adalah pertama kalinya dia memberanikan diri untuk melamarnya setelah sekian lama menjalin cinta.


"Sebenarnya Ibu sudah menanti hal ini sejak lama, Nak Arkan pria yang baik dan Ibu juga sudah merasa cocok. Hanya saja, semuanya Ibu serahkan kepada Ambar karena dia yang akan menjalani. Ibu hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kalian," jawab Ibu Ambar sambil menatap putri satu-satunya.


"Bagaimana Ambar? kamu setuju kan? jangan membohongi perasaan sendiri," ejek Bu Listiani yang melihat Ambar yang masih diam membisu.



"Sa-saya menyetujui lamaran ini. Maaf Mas Satrio, kita belum berjodoh, tapi semoga Mas Ikhlas dengan pilihan Ambar.  Semoga kita masih dapat menjalin tali persaudaraan, Semoga Mas Satrio mendapatkan perempuan yang lebih baik dari saya," ucap Ambar yang merasa bersalah kepada  Satrio.


"Iya, Mas mencoba untuk ikhlas. Kalau memang tidak jodoh mau dikejar seperti apapun juga tidak akan dapat." Ucap Satrio mencoba untuk tegar. 


Ini adalah hari yang paling menyakitkan dalam hidupnya. Menyaksikan seorang yang dicintainya akan menikah dengan orang lain.


Ambar dan Arkan telah resmi bertunangan dan akan melaksanakan pernikahannya beberapa bulan ke depan. Untuk kalian yang telah mencintai seseorang harus bijak dalam memilih halalkan atau tinggalkan, utarakan cinta sebelum menyesal pada akhirnya. 


TAMAT 


Untuk melihat tulisan lainnya dari faezya Sharletta, kalian dapat memantau sosial medianya @faezyasharletta







    

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Untuk Guru Kehidupan

Konsep Rezeki